Sabtu, 20 September 2014

Pertemuan V : Logika



Pengertian Logika

Logika berasal dari bahasa Yunani yaitu logikos yang berarti sesuatu yang diungkapkan atau diutarakan lewat bahasa. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Zeno dari Citium. Logika adalah cabang filsafat yang mempelajari, menyusun dan membahas aturan formal serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan untuk mencapai kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional.
Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat).



Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan tentang pokok yang tertentu yang sistematis serta memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Penjelasan seperti ini terjadi dengan menunjukkan sebab-musababnya. Lapangan ilmu pengetahuan ini adalah azas-azas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat dan sehat. Agar dapat berpikir lurus, tepat dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan seta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati. Logika bukanlah teori belaka, tetapi juga merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran dalam praktek. Oleh karena itu disebut filsafat praktis karena memiliki manfaat.

3 objek logika:
  • Objek material : logika adalah manusia itu sendiri
  • Objek formal : logika adalah akal budi untuk melakukan penalaran yang tampak melalui ungkapan pikiran melalui bahasa.
Manfaat belajar logika:
  • membantu setiap orang berpikir kritis, rasional dan metodis
  • kemampuan meningkatkan kemampuan secara absktrak
  • mampu berdiri lebih tajam dan mandiri
  • menambah kecerdasab berpikir, sehingga bisa menghindari kesesatan dan kekeliruan dalam menarik kesimpulan.
Sejarah logika
Seperti yang dituliskan di atas istilah logika pertama kali digunakan Zeno beraliran stoisisme. Filsuf pertama yang menggunakan logika sebagai ilmu adalah Aristoteles dengan istilah analitika. Tapi dialah yang pertama sekali meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar. Prinsip logika tadisional Aristoteles berkembang menjadi prinsip-psrinsip logika modern. Logika tradisional membahas definisi, konsep dan term menurut struktur, susunan dan nuansa, seluk beluk penalaran untuk mendapat kebenaran yang sesuai dengan kenyataan.

Macam-macam logika : 
  • Logika Kodrati : suatu suasana saat akal budi bekerja menurut hukum logika secara spontan. Misalnya saat ibu meminta untuk menjemput adik maka tanpa bertanya kita sudah tau dimana tempat menjemput, pukul berapa dan sebagainya.
  • Logika Ilmiah : mempertajam akal budi manusia agar dapat bekerja lebih teliti atau tepat sehingga kesesatan dapat dihindari. Dipelajari berbagai aturan dan hukum hingga pikiran yang benar dan bisa dipertanggung jawabkan sevara rasional.
Logika dibagi menjadi 2, yaitu
  • Logika Formal : berbicara mengenai kebenaran bentuk. Disebut sebagai logika minor. Sebuah argumen dikatakan memiliki kebenaran bentuk, bila konklusi ditarik secara logis dari premis atau titik pangkal dengan mengabaikan isi yang terkandung dalam argumentasi tersebut. Yang di perhatikan adalah pernyataan-pernyataan yang menjadi premis atau dasar penyimpulan. Contoh logika formal: Semua M adalah P.
Semua S adalah M.
Jadi, semua S adalah P.
Pola susunan penalaran itu disebut bentuk
penalaran. Penalaran dengan bentuk yang tepat
disebut penalaran yang tepat atau sahih (valid).
Semua penalaran, apa pun isi atau maknanya,
asal bentuknya tepat, dapat dipastikan bahwa
penalaran itu sahih. Jadi tanda-tanda M, P, dan
S dapat diganti degan pengertian apa saja, asal
susunan premis (yang dijadikan dasar
penyimpulan) tepat dan konklusi sungguh
sungguh ditarik secara logis dari premis maka
penalaran itu tepat/sahih. 
  • Logika Material : membahas tentang kebenaran isi. Disebut sebagai logika mayor. Sebuah argumen dinyatakan kebenaran apabila sesuai dengan kenyataan. misalnya, semua manusia memiliki kaki. Budi memiliki kaki. Jadi, budi adalah manusia. Kalau kita sesuaikan dengan kenyataan, jelaslah bahwa isi dari tiga pertanyaan yang membentuk argumen di atas adalah benar (sesuai dengan kenyataan) dengan demikian argumen tersebut memiliki kebenaran isi. Sebenarnya argumen tersebut secara formal (menurut benruknya) tidak valid.
Argumen ilmiah mementingkan struktur penalaran yang tepat atau valid sekaligus isi atau mekananya sesuai dengan kenyataan. Kebenaran suatu argumen dari segi bentuk dan isi adalah prasyarat mutlak.
Contoh:
a. Kalau premis-premis salah, maka kesimpulan dapat salah, dapat kebetulan benar:
  • Semua binatang menyusui memiliki sayap
  • Burung binatang menyusui
  • Jadi burung memiliki sayap
b. Jika kesimpulan benar, maka premis-premisnya dapat benar, tetapi juga dapat salah.
  • Semua kucing binatang mamali
  • Anjing adalah kucing
  • Jadi anjing adalah mamalia


Logika Deduktif

Penalaran deduktif selalu diungkapkan dalam bentuk silogisme. Silogisme adalah medium penalaran deduktif. Silogisme adalah bentuk argumentasi yang bertitik tolak pada premis-premis itu ditarik suatu kesimpulan. Silogisme merupakan suatu jenis penarikan kesimpulan yang didasarkan pada premis-premis yang sudah diketahui. Premis membuktikan bahwa kesimpulan itu benar.
Premis dari suatu argumentasi deduktif yang tepat berisi semua bukti yang dibutuhkan untuk membuktikan kebenaran suatu kesimpulan. Jika premis benar maka kesimpulan juga benar. Benar salahnya kesimpulan deduktif berdasarkan rujukan realitas. Argumentasi-argumentasi deduktif yang memiliki kekhasan sendiri dinilai berdasarkan sahih(valid) atau tidak sahih (tidak valid).

Ciri-ciri Silogisme :
  • Semua pernyataan (proposisi) adalah proposisi kategoris
  • Terdiri dari 2 premis dan sebuah kesimpulan
  • 2 premis dan 1 kesimpulan secara bersama-sama membuat 3 trem (kata) yang berbeda dan masing-masing trem tampak dalam dua dari tiga proposisi.


Premis Mayor : Setiap cendekiawan adalah kaum intelektual
Premis Minor : Psikolog adalah cendekiawan
Konklusi : Jadi, Psikolog adalah kaum intelektual.
Argumentasi tersebut dinamakan silogisme karena argumentasi tersebut terdiri dari 3 ciri tersebut.

Silogisme terdiri dari ketiga term yang berbeda (term mayor, term minor dan term menengah), serta masing-masing term muncul dalam dua dari tiga proposisi.

Misalnya, term mayor “kaum intelektual” terdapat baik pada premis mayor maupun dalam kesimpulan. Term minor, yaitu “Psikolog”, terdapat di premis minor dan kesimpulan. Dan term menengah (term penghubung kedua premis) yaitu “cendekiawan” terdapat di premis mayor maupun premis minor.

Logika Induksi

Logika Induksi adalah cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal atau partikular tertentu untuk menarik kesimpulan yang umum tertentu. Atas dasar fenomena, fakta atau data tertentu dirumuskan dalam proposisi tunggal tertentu, ditarik kesimpulan yang dianggal sebagai benar dan berlaku umum.Contoh:

     Saya bertemu dengan seorang bapak. Tak lama kemudian dia mendekatiku dan meminta sedekah (mengemis). Saya perhatikan bapak tersebut mempunyai ciri-ciri tua, baju compang-camping, serta badannya kotor dan bau. Di tempat lain, saya bertemu dengan seorang bapak lagi. Ketika saya amat-amati ternyata ciri-cirinya sama dengan bapak yang pertama. Pengalaman ini terjadi sampai tiga kali. Akhirnya, saya melihat seorang bapak dengan ciri-ciri seperti di atas, yaitu tua, baju compang-camping, badan kotor dan bau, maka saya langsung mengambil kesimpulan bahwa bapak tersebut pasti seorang pengemis. Kesimpulan ini saya ambil karena saya menyimpulkan bahwa semua orang dengan ciri-ciri tersebut pasti pengemis. Inilah cara berpikir induksi.

Dimulai dengan mengkaji, meneliti dan mengamati, kemudian menumpulkan data, di
evaluasi lalu melahirkan kesimpulan umum. Kesimpulan itu bersifat sementara. Walaupun
secara sah kita mendasarkan diri pada berbagai fakta yang ada untuk menarik kesimpulan
yang benar, namun ini tidak dengan sendirinya menjamin bahwa kesimpulan itu benar
secara mutlak. Hal ini disebabkan ciri dasar berpikir induksi adalah selalu tidak lengkap.

Penalaran induksi dan deduksi memiliki kesamaan yaitu mendasari argumentasinya dari
premis yang mendukung kesimpulan.
Perbedaan antara penalaran induksi dan deduksi adalah dalam penalaran induksi, 
argumentasi yang tepat akan mempunyai premis-premis yang benar, namun 
kesimpulannya dapat salah. Hal ini terjadi karena argumentasi penalaran induki tidak 
membuktikan bahwa kesimpulan itu benar.


Premis hanya menetapkan bahwa kesimpulan berisi suatu kemungkinan, sebab premis 
hanya mengandung sebagain dari bukti atau data yang dibutuhkan kesimpulan.
Maka informasi atau data yang terdapat dalam premis kurang memadai bila dibandingkan 
dengan informasi yang dibutuhkan kesimpulan.
Akibatnya, argumentasi-argumentasi yang terdapat dalam penalaran induksi tidak dinilai 
sebagai valid (sahih) atau invalid (tidak sahih), melainkan berdasarkan probabilitas.

Argumentasi induksi akan menjadi lebih kuat apabila jumlah kasus individualnya 
meningkat (diperbanyak).


Ciri Penalaran Induksi :
- Premis-premis merupakan proposisi premis yang berhubungan langsung dengan observasi indera. Indera menangkap dan akal menerima.
- Kesimpulan lebih luas dari pada pernyataan dalam premis-premisnya.
- Kesimpulan induksi memiliki kredibilitas rasional yang disebut probabilitas.

Generalisasi Induktif
Dibedakan menjadi:
- Generalisasi Induktif : Proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala 
  atau sifat untuk menarik kesimpulan mengenai semua. Penalaran yang berititik tolak dari 
  hal-hal yang bersifat khusus. Syarat yang harus diperhatikan:
1.     Generasilasi tidak terbatas secara numerik : generalisasi tidak boleh terikat pada jumlah tertentu.
2.     Generalisasi tidak terbatas secara “spasio-temporalgeneralisasi tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi berlaku di mana saja dan kapan saja.

3.     Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian : Misalnya, ada fakta bahwa anak SMA itu berbeda dengan mahasiswa. Apabila ditemukan fakta bahwa anak SMA sering membolos, mencontek saat ujian, suka tawuran dan tidak dapat diatur. Seandainya mahasiswa mempunyai sifat yang sama, maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa itu sama dengan anak SMA.

- Analogi Induktif : membandingkan dua hal yang berlainan. Ada hal dalam membandingkan yang harus di perhatikan yaitu persamaan dan perbedaan. Apabila kita membandingkan dua orang hanya melihat dari aspek persamaannya tanpa melihat perbedaan, maka timbullah analogi, yaitu persamaan di antara dua hal yang berbeda.Analogi adalah suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran  gejala khusus lainnya yang memiliki sifat-sifat esensial yang samaYang terpenting dalam analogi induktif adalah apakah persamaan yang dipakai sebagai dasar kesimpulan sungguh-sungguh merupakan ciri-ciri esensial yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.
  Kesimpulan analogi bersifat khusus. Prinsip dasar penalaran analogi induktif adalah “Karena hal d analog dengan a, b, c, maka apa yang berlaku bagi a, b, dan c dapat diharapkan berlaku juga untuk d.”
Perhatikan contoh:
Mangga I   : kuning, besar, matang ternyata manis
Mangga II  : kuning, besar, matang ternyata manis
Mangga III : kuning, besar, matang ternyata manis
Mangga IV : kuning, besar, matang
Kesimpulannya : mangga ke IV tentu manis juga.

Analogi induktif tidak hanya menunjukkan persamaan di antara dua hal yang 
berbeda, tetapi juga menarik kesimpulan atas dasar persamaan. Kesimpulan analogi 
tergantung dari subyek-subyek yang dibandingkan. 

-Faktor Probabilitas
 Probabilitas adalah keadaan pengetahuan antara kepastian dan kemungkinan.
 Tinggi rendahnya probabilitas kesimpulan induktif dipengaruhi beberapa faktor, di antara 
 faktor fakta,faktor analogi, faktor disanalogi dan faktor luas konklusi.
Faktor fakta berkenaan dengan prinsip “semakin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, akan semakin tinggi pula probabilitas konklusinya, dan sebaliknya
Fakta analogi berkenaan dengan prinsip “Semakin besar jumlah faktor analogi di dalam premis, akan semakin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya. Yang dimaksud dalam hal ini adalah faktor kesamaan.
Fakta disanologi terkait dengan prinsip “semkian besar faktor disanologi di dalam premis, akan semakin tinggi probabilitas konklusinya dan sebaliknya”. Yang dimaksud dengan faktor disanologi adalah faktor ketidaksamaan.
Faktor luas konklusi terkait prinsip “Semakin luas konklusinya, semakin rendah probabilitasnya dan sebaliknya”.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kesesatan dalam penalaran induktif, yaitu:
1.     Faktor Tergesa-gesa
2.     Faktor ceroboh
3.     Faktor prasangka

Hubungan Sebab Akibat

Bentuk penalaran induksi yang ketiga adalah hubungans sebab akibat.
Prinsip :  “suatu pristiwa disebabkan oleh sesuatu”
Hubungan sebab akibat seringkali dikaitkan bahwa keadaan yang terjadi disebabkan oleh
keadaan atau kejadian lainnya. Kejadian yang lainnya disebut sebab dan yang terjadi
sebagai akibat.

Hubungan sebab akibat sebenarnya merupakan suatu hubungan yang intrinsik atau hubungan yang asasi dalam pengertian hubungan yang sedemikian rupa sehingga apabila satu (sebab) ada / tiada maka yang lain juga pasti ada / tiada.
Hubungan sebab akibat antara peristiwa-peristiwa dapat terjadi dalam tiga pola, yaitu:
·        Pola dari sebab ke akibat
·        Pola dari akibat ke sebab

·        Pola dari akibat ke akibat.










Sumber:
Powerpoint  "Logika" Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

3

3 komentar:

  1. keziaa blognya uda bagus hehe tapi kalau bisa tulisannya diperbesar deh haha gua kasih nilai 85 ya :D

    BalasHapus
  2. Bagus postnya tapi banyakin juga gambarnya ya :) aku kasih 82 yaa

    BalasHapus
  3. postingan nya lengkap banget keziaa! nilainya 95 yahh

    BalasHapus